Menjaga Kesucian Iedul Fitri
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الله ُأَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (۳ x )
الله
ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُللهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً
وَّأَصِيْلاً.
الحَمْدُللهِ
حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلىَ الَّذِى
جَعَلَ مُحَمَّدً اِمَامًا لَّنَا وَلِسَائِرِ البَشَر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ
اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ المَبْعُوْثُ لِلنَّاسِ لِيَنْفِذَهُمْ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ
وَيُنَجِّيهِمْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ الأَطْهَارِ وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة.
أَمَّا
بَعْدُ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِى القُرْآنِ الكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ القَائِلِيْنَ. أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم:
{يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ}
الله ُاَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ
الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Puji
Syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, karena Pada hari yang mulia ini, kita
masih diberikan nikmat kesehatan dan keimanan oleh Allah. Nikmat yang besar dan
banyak yang kita rasakan ini merupakan bukti bahwa Allah tiada pernah melupakan
kita sebagai makhluk ciptaanNya. Udara yang kita hirup, darah yang mengalir di dalam tubuh
kita, bahkan Jantung yang selalu berdenyut yang kita sendiri tak bisa
menghitung berapa banyak jumlah denyut jantung tersebut, Semuanya itu tidak
luput dari perhatian dan kasih sayang Allah SWT.
Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
Sedangkan
tugas kita sebagai makhlukNya ialah dengan tidak lupa mengucapkan rasa syukur
dan berubudiyah kepada Allah sebagai tanda bahwa kita adalah makhluk yang lemah
dan sangat menyadari betapa butuhnya kita akan perhatian dan kasih sayang
Allah. Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Salawat
beserta Salam tidak bosan-bosannya kita bermohon kepada Allah agar disampaikan
kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan Sahabat-sahabat
beliau. Karena berkat perjuangan yang gigih dan penuh sabar yang telah beliau
lakukan, telah berhasil membawa umat manusia dari zaman Jahiliyah kepada zaman
Ilmiyah, dari zaman yang biadab ke zaman yang beradab Akhrajannasa mina
Zulumati Ila Nur.
الله ُاَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ
الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Makna Idul Fitri
Hari ini kalimat takbir dari mulut umat
Islam bergema di mana-mana. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan syukur yang
bercampur gembira, lantaran mereka telah ber-idul fitri (kembali kepada
kesucian (fitrah).
Term di atas
terdiri dari dua kata, yaitu kata id yang berarti kembali atau hari
raya, dan kata fitr yang berarti kesucian. Dengan demikian, Idul Fitri
dapat diartikan dengan hari perayaan umat Islam atas keberhasilannya kembali
pada kesucian diri layaknya seperti bayi yang baru dilahirkan.
Orang yang
berhasil melaksanakan puasa sebulan penuh dengan penuh keimanan dan keikhlasan
pada Allah Swt. dianggap sebagai orang yang kembali suci. Untuk menunjukkan
rasa syukur kepada Allah Swt., umat Islam dianjurkan untuk menutup ibadah
Ramadhan dengan melaksanakan shalat sunat dua rakaat yang disebut dengan shalat
hari raya Idul Fitri.
Adapun landasan
hukum pelaksanaan shalat Idul Fitri tersebut adalah sebuah riwayat dari Anas
ibn Malik (w. 95 H) yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. pertama kali
hijrah ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari khusus yang merupakan
hari raya bagi mereka. Lalu Rasulullah Saw. bertanya: “Kedua hari ini hari
apa?” Penduduk Madinah menjawab: “Pada dua hari ini kami mengadakan perayaan,
bergembira dan bermain-main sejak zaman Jahiliyah”. Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt. telah mengganti kedua harimu ini dengan dua
hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri” (H.R. Bukhari, Muslim dan
Ahmad ibn Hanbal).
Dalam riwayat ibn
Abbas disebutkan bahwa ia bersama-sama Rasulullah Saw., Abu Bakr dan Umar ibn
al-Khattab memulai shalat Idul Fitri. Shalat ini diadakan sebelum khutbah,
tanpa azan dan iqamah (H.R. Bukhari dan Muslim).
Namun di sisi lain
perasaan haru dan sedih juga dialami oleh umat Islam, karena bulan Ramadhan
yang amat mulia telah berlalu. Kemuliaan Ramadhan dapat dilihat dari banyaknya
julukan lain dari bulan ke-9 tersebut selain julukan Ramadhan. Bulan ini
dijuluki juga dengan Syahr al-Qur’an (bulan al-Qur’an), Syahr
al-Shiyam (bulan puasa), Syahr an-Najah (bulan keselamatan), Syahr
al-Juud (bulan kemurahan), Syahr al-Tilawah (bulan membaca), Syahr
al-Shabr (bulan kesabaran), Syahr al-Rahmah (bulan curahan kasih
sayang dari Allah).
Ramadhan menjadi
bulan yang mulia, karena banyaknya kitab suci dan shuhuf diturunkan pada
bulan tersebut. Shuhuf Ibrahim, diturunkan Allah SWT. pada malam pertama
Ramadhan; Kitab Taurat, diturunkan Allah SWT. pada malam keenam Ramadhan; Kitab
Zabur, diturunkan Allah SWT. pada malam ke-12 Ramadhan, Kitab Injil, diturunkan
Allah SWT. pada malam ke-18 Ramadhan, dan Kitab al-Qur’an, diturunkan Allah
SWT. pada malam ke-17 Ramadhan.
Ramadhan semakin
terbukti kemuliaannya bila dilihat peristiwa-peristiwa penting yang mengukir
lembaran sejarah Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan. Peristiwa-peristiwa
itu antara lain: 1). Kemenangan Rasul dan pasukannya dalam perang Badr, terjadi
pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H; 2). Persiapan perang Uhud dilakukan pada
bulan Ramadhan tahun ke-3 H; 3). Persiapan perang Khandak dilakukan pada bulan
Ramadhan tahun ke-5 H; 4). Pembebasan kota Mekah terjadi pada bulan Ramadhan
tahun ke-8 H; 5). Kemenangan umat Islam dalam perang Tabuk terjadi pada bulan
Ramadhan tahun ke-9 H; 6).
Pengiriman pasukan
khusu yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib ke Yaman terjadi pada bulan
Ramadhan tahun ke-9 H. Setahun kemudian penduduk Yaman berbondong-bondong masuk
Islam; 7). Penaklukan Afrika oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Uthbah ibn
Nafi’, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-53 H; 8). Islam menjajakkan kaki ke
Eropa di bawah pimpinan panglima Thariq bin Ziyad, terjadi pada bulan Ramadhan
tahun ke-91 H; dan 9). Indonesia merdeka terjadi juga pada bulan Ramadhan.
Kemuliaan Ramadhan
semakin jelas, bila ilihat dari khutbah Nabi SAW.: “Wahai manusia! Sesungguhnya
kamu dianugerahi bulan yang besar lagi penuh berkah, yaitu bulan yang di
dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul Qadr);
bulan yang diwajibkan di dalamnya berpuasa; shalat malam di malam harinya
dipandang sebagai ibadah sunat. Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan
melakukan satu perbuatan sunat di dalamnya, pahalanya sama dengan melakukan
satu perbuatan fardhu di bulan lain. Siapa saja yang menunaikan satu perbuatan
fardhu di dalamnya, pahalanya sama dengan orang yang mengerjakan 70 fardhu di
bulan lain. Ramadhan adalah bulan sabar, dan pahala untuk sabar adalah surga.
Ramadhan
adalah bulan
untuk memberikan pertolongan dan bulan ketika Allah menambah rezki bagi mereka
yang beriman. Siapa saja yang memberikan makanan kepada orang yang berbuka,
maka dosa-dosanya akan diampuni dan dia mendapat pahala seperti orang yang
berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah!
Bagaimana dengan kami yang tidak memiliki makanan untuk diberikan kepada orang
yang berpuasa?” Rasulullah bersabda: “Allah memberikan pahala kepada orang yang
memberikan sebutir kurma, seteguk air atau sedikit susu di bulan yang awalnya
penuh rahmat, pertengahannya penuh keampunan, dan akhirnya terbebas dari api
neraka. Siapa saja yang meringankan beban seorang hamba, niscaya Allah akan
mengampuni dosanya dan dimerdekakannya dari api neraka.
Karena itu,
perbanyaklah yang empat di bulan Ramadhan; dua perkara untuk menyenangkan Allah
dan dua lagi kamu yang membutuhkannya. Dua perkara yang kamu lakukan untuk
menyenangkan Allah ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan memohon ampun kepada-Nya. Dua perkara lagi yang sangat kamu butuhkan
adalah memohon surga dan berlindung dari api neraka. Siapa saja yang memberi
minum kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah akan memberinya minum yang jika
diminum seteguk saja maka ia tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya”.
Dari khutbah Rasul
di atas tergambar jelas oleh kita betapa mulianya bulan Ramadhan, yang tidak
akan pernah dijumpai pada bulan-bulan lain. Sehingga wajar bila Nabi SAW selalu
sedih dan menangis ketika akan berakhirnya bulan Ramadhan. Atas dasar ini
pulalah, wajar bila Nabi SAW mengatakan bahwa andaikan umatku tahu betapa
besarnya keutamaan Ramadhan, pastilah mereka meminta supaya semua bulan dalam
satu tahun itu dijadikan Ramadhan.
الله ُاَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ
الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Melestarikan nilai-nilai Ramadhan
Bulan Ramadhan
adalah bulan beramal dan beribadah. Semua umat Islam berlomba-lomba untuk
beramal. Namun bukan berarti, dengan berakhirnya Ramadhan berakhir pula kita
beramal. Seharusnya kita dapat mempertahankan ibadah-ibadah yang telah kita
lakukan selama satu bulan tersebut. Ibadah-ibadah yang harus kita pertahankan
dan lestarikan tersebut adalah:
Pertama, Puasa. Bila pada bulan Ramadhan, puasa adalah suatu
kewajiban yang harus dilakukan selama satu bulan penuh, maka di luar Ramadhan
disunatkan kepada kita melakukan puasa pada hari-hari tertent, seperti puasa
enam hari di bulan syawal, puasa senin dan kamis, puasa pertengahan bulan (13,
14, dan 15), dll.
Puasa merupakan ibdah yang memiliki banyak manfaat. Selain untuk kesehatan,
dia juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengendalikan nafsu. Manfaat
besar dari puasa, juga akan dapat dilihat dari dialog yang terjadi antara Abu
Umamah dengan Nabi SAW. Abu Umamah bertanya kepada Nabi SAW.: “Wahai
Rasulullah, tunjukkan kepadaku amal apa yang dapat menjamin diriku memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat dan masuk surga kelak? Rasul menjawab: Puasa! Abu
Umamah bertanya dengan pertanyaan yang serupa, tetapi tetap saja jawaban Rasul
sama, yaitu puasa.
Puasa yang
dimaksud oleh Nabi SAW tersebut tentunya buka sekedar menahan lapar dan dahaga,
tetapi lebih dari itu, puasa yang dilakukan dengan keimanan dan penuh
perhitungan. Bila hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, inilah puasa yang
disinyalir oleh Nabi dalam hadisnya:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلاَّ الجُوْعُ وَالعَطَش
Mereka yang benar-benar puasa akan
senantiasa mempuasakan totalitas dirinya, tidak saja dari makan, minum dan
syahwat; tetapi juga mempuasakannya dari segala yang membatalkan pahala puasa.
Adapun yang membatalkan pahala tersebut –sebagaimana yang disebutkan Nabi SAW-
adalah berdusta atau berkata bohong, memfitnah, bersumpah palsu, membicarakan
orang lain, dan melepaskan pandangan kepada sesuatu yang diharamkan Allah.
Puasa seperti inilah yang dapat menghapuskan dosa-dosa masa silam, sebagaimana
yang disebutkan Nabi:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ (رواه الجماعة)
Berakhirnya
bulan Ramadhan bukan berarti berakhir pula ibadah puasa kita. Puasa tetap dapat
dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yang biasa disebut dengan puasa sunat.
Puasa-puasa ini tidak kalah pentingnya dan banyak pula manfaatnya.
Kedua, Shalat berjamaah. Pada bulan
Ramadhan, semua umat Islam berupaya melakukan shalat secara berjamaah, terlebih
lagi terhadap shalat sunat tarawih dan witir. Sehingga seluruh masjid dan
mushallah penuh sesak dengan jamaah. Dengan berakhirnya bulan Ramadhan,
hendaknya jangan sampai masjid dan mushalallah menjadi sunyi dari shalat
berjamaah.
Bila kita lakukan
analisa, banyaknya orang tidak mau shalat berjamaah ke masjid, lantaran
menganggap sepele shalat berjamaah yang humnya sunat tersebut. Padahal bila
kita rujuk kehidupan Nabi dan para sahabat dahulu, mereka tidak pernah sengaja
meninggalkan shalat berjamaah. Kalaupun shalat berjamaan tinggal, itu lantaran
ketidak sengajaan. Meskipun tidak sengaja meninggalkannya, tetapi banyak para
sahabat justru memberikan sanksi pada dirinya atas kelalaian yang mengakibatkan
tertinggalnya shalat berjamaah.
Umar bin Khattab,
misalnya, di sutau siang dia sedang asyik bekerja di kebunnya yang terletak di
kota madinah. Seusai bekerja, dia duduk beristirahat di bawah sepokok pohon
hingga akhirnya tertidur. Ketika terbangun, dia terkejut karena waktu ashar
telah masuk. Dia pun berlari ke masjid Nabi untuk mengejar shalat berjamaah,
tetapi sesampai di masjid dia menemukan Nabi dan sahabat yang lain baru saja
selesai melakukan shalat berjamaah. Tertinggalnya shalat ashar berjamaah
tersebut dianggap Umar sebagai keteledoran besar, sehingga dia pun memberikan
sanksi dengan cara memberikan kebunnya yang rindang tersebut untuk dipergunakan
sebagai modal perjuangan umat Islam. Padahal kebunnya tersebut bernilai 600.000
dinar (sekitar Rp. 45.000.000.000,- ).
Ketiga, Zakat dan shadaqah. Ibadah sosial ini
banyak dilakukan oleh umat Islam di bulan Ramadhan. Ibadah ini dapat menjadikan
manusia memeliki sifat kepedulian sosial (dermawan). Meskipun harta diperoleh
melalui jerih payah kita, tetapi di dalam harta tersebut terdapat hak orang
lain, seperti hak fakir-miskin, hak masjid, hak anak yatim, dan lain-lain. Ini
sejalan dengan firman Allah SWT.:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bahagian” (Q.S. adz-Dzariyat (51): 19)
Zakat
merupakan ibadah yang sangat banyak dibicarakan Allah dalam al-Qur’an. Paling
tidak ada 82 kali pengulangan pembicaraan zakat di dalam al-Qur’an. Jumlah ini
jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan pembicaraan tentang puasa –yang
hanya sekitar 13 kali- dan haji –yang hanya terulang sebanyak 10 kali. Bahkan
perintah zakat seringkali digandengkan dengan perintah mendirikan shalat di
dalam al-Qur’an. Paling tidak penggandengan tersebut ditemukan sebanyak 26
kali. Hal ini menunjukkan bahwa zakat tidak kalah pentingnya dengan shalat.
Bila shalat adalah lambang keharmonisan huibungan vertikal dengan Allah SWT,
maka zakat merupakan lambang keharmonisan hubungan horizontal sesama manusia.
Oleh sebab itu, tidak dapat disalahkan, bila ada ulama yang mengatakan bahwa
kalau shalat dilakukan sementara zakat tidak dibayarkan, maka keimanan orang
tersebut masih dipertanyakan.
Abu Bakar
ash-Shiddiq, yang melihat antara shalat dan zakat tidak dapat dipisahkan,
sehingga dia memerangi orang yang tidak mau membayar zakat. Sikap ini sesuai
dengan hadis Nabi SAW.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي
دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى
اللَّهِ (رواه البخارى والمسلم)
Atas dasar
itulah zakat tidak boleh dipandang remeh. Bila zakat ini telah dibayarkan oleh
seluruh umat Islam, ditambah lagi kesadaran yang tinggi untuk bersedekah,
berinfak dan berwakaf, insyaallah segala problem sosial ekonomi umat dapat
diatasi dengan baik.
الله ُاَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ
الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Peningkatan Amal
Bulan syawal
adalah bulan peningkatan. Oleh sebab itu, di samping melestarikan nilai-nilai
Ramadhan, kita berupaya melakukan peningkatan dalam bidang amal. Untuk dapat
melakukanpeningkatanamal tersebut, dapat diupayakan melalui enam cara, yaitu: Pertama,
musyaratah (komitmen dan tekat yang bulat. Artinya, mengawali bulan Syawal
(bulan peningkatan) ini hendaknya kita memiliki komitmen dan tekat yang bulat
bahwa kita betul-betul akan berupaya meningkatkan amal.
Kedua, muraqabah, yaitu memantau diri kita atau
merasakan bahwa Allah memantau diri kita. Jika sikap ini dimiliki, tentu kita
tidak akan main-main dalam pelaksanaan tekad tersebut. Sebab, Allah akan
senantiuasa melihat keseriusan tekad kita.
Ketiga, muhasabah, yaitu melakukan introspeksi sejauh mana pelaksanaan
tekad yang diikrarkan tersebut. Apakah terlaksana dengan baik, atau terlaksana
tetapi dipenuhi dengan kelalaian, atau tidak terlaksana sama sekali.
Keempat, mu’aqabah, yaitu memberikan sanksi yang bernilai
jera terhadap kelalaian dalam pelaksanaan tekad. Sebab, bila kelalaian tersebut
tidak diberikan sanksi, dikhawatirkan kelalaian serupa akan terulang kembali.
Kelima, mujahadah, yaitu mengerahkan segenap kemampuan
yang ada pada diri untuk memperbaiki kelalaian dari pelaksanaan tekad yang
pernah terjadi. Bila seluruh kemampuan telah dikerahkan untuk melaksanakan
tekad dalam peningkatan amal tersebut, insyaallah peningkatan amal itu dapat terwujud.
Keenam, taubikh wa mu’atabah, yaitu senantiasa mengkritik diri.
Sebab dengan cara inilah kita menyadari bahwa amal-amal kita penuh dengan
kekurangan sehingga ke depan kita akan berupaya meningkatkannya.
Demikianlah khutbah Idul Fitri kita hari ini, semoga
dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selamat merayakan Idul Fitri
mohon maaf lahir dan batin.
باَرَكَ
الله لِيْ وَلَكُمْ وَنَفَعَنِيْ وَاِياَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
KHUTBAH KEDUA
اللهُ أَكْبَرُ ٩x لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ
اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ. الحَمْدُللهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَه وَنَصَرَ عَبْدَهُ
وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَحَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَه. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ
الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
لاَنبَِيَّ بَعْدَه. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِباَدَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ
وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ
اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ
عَلىَ اِبْرَاهِيْم فِى اْلعاَلَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد.اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا
ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدِيْنَ وَارْحَمْهُمْ كَمَارَبَّوْنَا
صِغَارًا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِناَتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
. اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ
وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.
اللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَاَبْوَابَ
السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ الجَنَّةِ. رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمَ ْتَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّناَ آتِناَ
فِىالدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر. وَصَلَّى اللهُ
عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ
رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Komentar
Posting Komentar