Merindukan Masyarakat yang Damai
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونكبره
ونقول الله أكبر الله أكبر و لله الحمد الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. الحمد لله الذي شرع للناس عيدا مباركا ونعيما مشكورا
ويوما مسرورا . والصلاة والسلام على من أرسله الله رحمة للعالمين بشيرا ونذيرا
وعلى آله وصحبه ومن تبعهم باءحسان الى يوم الدين مؤمنا ومخلصا . أشهد أن لا اله
الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده . أما بعد فيا
عباد الله أوصيكم واياي بتقوي الله فقد فاز المتقون يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudari
kaum Muslimin dan Muslimat sidang ‘Idul Fitri yang berbahagia.
Pertama-tama
marilah kita senantiasa bersyukur ke hadhirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan kepada kita untuk melaksanakan ibadah ‘Idul Fitri 1423 H pada pagi
yang berbahagia ini. Semoga semua amal ibadah kita dapat diterima oleh Allah
Yang Maha Kuasa dan dibalasi-Nya dengan pahala yang berlipat ganda.
Kemudian
shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
yang telah berjuang menyampaikan risalah Islamiyah sebagai petunjuk dan pedoman
hidup bagi seluruh umat manusia. Begitu juga untuk keluarga dan sahabat-sahabat
beliau serta siapa saja yang mengikuti sunnahnya dengan penuh keimanan dan
keikhlasan sampai Hari Akhir nanti.
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahilhamd
Pagi ini umat Islam, di mana-mana,
di seantero bumi Allah ini
sama-sama bergembira menyambut kedatangan ‘Idul Fitri. Tua muda, besar kecil,
laki-laki perempuan, sama-sama mengumandangkan kalimat-kalimat suci dengan
penuh semangat dan kegembiraan.
Allahu Akbar, Allah Maha Besar, besar dari
segala-galanya. Semua kekuatan, semua kekuasaan jadi kecil tak berarti
dibandingkan dengan kekuasaan Allah Yang Maha Agung. Islam telah mengajarkan
takbir kepada kita. Saat adzan kita mengucapkan takbir, membesarkan nama Alah.
Saat iqamah kita mengucapkan takbir. Saat hendak memulai shalat kita
mengucapkan takbir. Saat bayi dilahirkan kita mengucapkan takbir di telinganya.
Saat menyembelih hewan kita mengucapkan takbir. Saat terjun di medan laga kita
mengucapkan takbir. Pada hari ‘Id seperti saat ini kita mengucapkan takbir
keras-keras, membesarkan asma Allah.
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah , Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil
Hamd.
La
Ilaha Illallah, tiada Tuhan Yang disembah melainkan Engkau ya Allah,
seluruh hidup kami, lahir batin, hanyalah dalam rangka beribadah kepada-Mu
semata. Seluruh yang kami rasakan, yang kami pikirkan, yang kami ucapkan dan
yang kami lakukan, hanyalah semata-mata untuk mencari ridha-Mu ya Allah.
Alhamdulillah, segala puja puji hanya dipersembahkan kepda-Mu ya Allah. Tidak ada yang
berhak dipuji selain Engkau, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Yang
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Sidang ‘Id yang berbahagia!
Pada hari ‘Idul Fitri ini
kita bergembira, seperti gembiranya orang yang sedang berbuka puasa, dan kita
sedang menunggu kegembiraan yang lebih besar lagi, yaitu saat bersua dengan
Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
َلِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ وَإِذَا لَقِيَ
رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Orang yang berpuasa itu memiliki dua
kegembiraan, yaitu saat berbuka puasa dia bergembira dengan makanannya, dan
jika bersua Rabbnya dia bergembira dengan puasanya” (H.R. Bukhari Muslim)
Kegembiraan
orang yang berpuasa saat berbuka merupakan kegembiraan yang alami, karena dia
mendapatkan kebebasannya kembali dari apa yang tadinya dilarang. Kegembiraan
berbuka puasa juga merupakan kegembiraan yang relijius, karena dia berhasil
menyelesaikan ibadah puasanya.
Sebulan
lamanya kita berjuang melawan hawa nafsu kita sendiri. Sekarang apakah kita
termasuk orang-orang yang kembali dari medan juang dengan kemenangan, sehingga
pantas menerima ucapan “minal ‘aidin wal faizin”? Tentu tidak mudah
menjawabnya. Kita perlu meninjau dan mengoreksi diri kita masing-masing, apakah
ibadah puasa sudah betul-betul kita kerjakan dengan iman dan ihtisaban
atau kita hanya termasuk orang-orang yang hanya berpayah-payah menahan lapar
dan haus tanpa arti yang bermakna.
Rasulullah
SAW sudah menjanjikan, siapa yang puasa bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisaban
akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Dalam hadits lain dikatakan oleh
beliau, siapa yang mendirikan malam Ramadhan dengan iman dan ihtisaban
diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Dengan arti kata, kalau kita berhasil
mencapai seperti yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW tersebut, tentu pada hari
ini kita bebas dari segala macam dosa. Kembali seperti seorang bayi yang baru
dilahirkan ke dunia. Bersih. Suci. Fitrah. Itulah sebabnya Hari Raya ini
dinamai ‘Idul Fithri, artinya kembali ke fitrah.
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahilhamd
Setelah
kembali ke fithrah, kembali suci seperti hari pertama dilahirkan oleh ibu, maka
marilah mencoba mengamati dan merenungkan dengan hati yang suci dan pikiran yang
jernih, keadaan bangsa Indonesia,
khususnya umat Islam setelah dilanda
oleh berbagai macam krisis empat tahun belakangan ini. Bermacam-macam
krisis mendera kita berkepanjangan. Mulai dari krisis moneter, krisis ekonomi,
krisis politik, krisis hukum, krisis kepercaaan sampai kepada krisis moral. Semua krisis itu membuat bangsa
kita terpuruk, tidak dapat menegakkan kepala sebagai khaira ummah,
sekalipun mayoritas bangsa Indonesia adalah kaum Muslimin.
Sekarang ini bangsa kita tidak lagi hidup dengan tenang, rukun, aman, makmur. Beberapa
fenomena suram dan kelam dapat kita saksikan di tengah-tengah masyarakat. Mari
kita daftar beberapa fenomena suram berikut ini: Sesama anggota masyarakat
tidak lagi saling menolong. Yang pintar tidak mengajari yang bodoh. Yang kaya
tidak membantu yang miskin. Yang kuat tidak menolong yang lemah. Yang miskin,
lemah dan bodoh tidak lagi mendo’akan yang kaya, kuat dan pintar. Kesalahfahaman
sudah sulit dijernihkan. Konflik tidak
segera dapat datasi. Yang bengkok tidak gampang diluruskan, yang kusut tidak
mudah diselesaikan. Marah lebih didahulukan daripada maaf. Kebencian
mengalahkan rasa sayang.. Rasa aman berubah menjadi ketakutan, kemakmuran
berganti dengan kemelaratan. Kecurigaan, kesalahfahaman, kebencian berkembang
menjadi konflik berkepanjangan dan permusuhan.
Apalagi belakangan ini,
setelah peristiwa WTC New York 11 September 2001, lebih-lebih lagi
setelah teror bom Bali 12 November 2002, stigma teroris dialamatkan kepada
sebagian umat Islam, bahkan oleh pihak-pihak tertentu dialamatkan juga kepada
Islam itu sendiri. Sekalipun umat Islam di mana-mana di seluruh dunia sudah
mengutuk teror yang biadab yang tidak mengenal belas kasih itu, dan sekalipun
keterlibatan umat Islam dalam peristiswa itu tidak pernah dibuktikan dengan
jelas, tetapi stigma teroris dan suka kekerasan tetap dialamatkan kepada umat
Islam. Kalau pada bulan-bulan yang lalu, akibat stigma tersebut tidak begitu
dirasakan oleh bangsa Indonesia, lain halnya sekarang, setelah teror bom Bali,
kita sebagai bangsa dan umat, dapat merasakan dampak negatif langsung dari
stigma tersebut. Lima orang warna negara
Indonesia dideportasi secara kasar
dari Meksiko bagitu mereka akan memasuki
negara itu di pintu imigrasi air port setempat. Sekalipun mereka memiliki visa
dan undangan untuk menghadir Seminar, mereka tetap dideprtasi secara tidak
manusiawi pada saat itu juga, tanpa memberikan mereka kesempatan istirahat
setelah melakukan perjalanan 26 jam dari Jakarta. Begitu juga tindakan kasar
dan tidak bersahabat yang dilakukan oleh Australia terhadap beberapa warga
negara Indonesia yang dicurigai mengetahui atau terlibat jaringan Jama’ah
Islamiyah. Sebelumnya kita sudah dipermalukan dan sama sekali tidak dihormati
oleh tetangga kita dalam kasus pemulangan hampir setengah juta orang tenaga
kerja Indonesia dari Malaysia dengan alasan keberadaan mereka di sana ilegal.
Belum lagi tindak kekerasan yang terjadi di tengah-tengah dan oleh anggota
masyarakat sendiri. Tawuran, amukan massa, pembunuhan, pembakaran manusia,
penjarahan dan lain sebagainya telah menjadi peristiwa biasa karena sangat
seringnya terjadi. Alhasil, sekarang ini kita paling merasakan telah hilangnya
rasa aman dan kedamaian di negara kita, padahal mayoritas kita adalah kaum
Muslimin yang sudah tentu memahami dengan baik bahwa Islam adalah agama yang
paling di depan mengajarkan kedamaian..
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahilhamd!
Sidang ‘Id yang berbahagia!
Damai, perdamaian atau kedamaian dalam bahasa Al-Qur’an
disebut dengan as-salâm. Kata ini terulang dalam
Kitab Suci Al-Qur’an sebagai 42 kali. Islam sebagai nama agama Allah pun
berasal dari akar kata yang sama dengan as-salâm. Islam di samping berarti tunduk, patuh, menyerah dan
pasrah, juga berarti mencari salam, berdamai dan mencari kedamaian, baik
kedamaian di dunia maupun di akhirat. Islam mengajarkan sikap bgerdamai dan
mencari kedamaian melalui sikap menyerah, pasrah dan tunduk pada Allah secara
tulus.
Sikap menyerah, tunduk dan paarah bukan hanya pilihan
hidup yang benar untuk manusia, tetapi juga merupakan pola wujud (mode of
existence) seluruh alam raya beserta isinya. Karena itu jika manusia diseru
untuk memilih sikap hidup tunduk, menyerah dan pasrah kepada Tuhan, yaitu untuk
berislam, maka tidak lain ialah seruan agar manusia mengikuti pola hidup yang
sama dengan pola wujud alam raya. Yang dihasilkan oleh sikap itu tidak saja
kedamaian dengan Tuhan sendiri, dan sesama manusia, tetapi juga dengan sesama
makhluk, sesama isi seluruh alam raya, dan jagad raya itu sendiri. (Islam Agama Peradaban 1995:261)
Kedamaian sejati dan abadi hanya ada di sorga, oleh sebab
itu Allah SWT menyebut sorga dengan istilah Darussalam, yang secara harfiah
berarti negeri kedamaian. Allah berfirman
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي
مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga),
dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Q.S.
Yunus 10:25)
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ
لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ(125)وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ
فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ(126)لَهُمْ دَارُ السَّلَامِ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(127)
“Barangsiapa yang Allah menghendaki
akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah
menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. Dan
inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang bersedia merenungkan. Bagi mereka ini
adalah Darussalam di sisi Tuhan mereka, dan Dia adalah Pelindung mereka
berkenaan dengan segala sesuatu yang mereka kerjakan. ” (Q.S. Al-An’am
6:125-127)
Digambarkan oleh Al-Qur’an bahwa penghuni
sorga nanti memberikan salam penghormatan dengan kata salam sebagaimana yang
dapat kita baca dalam Surat Yunus ayat 9-10:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ
الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ(9)دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَءَاخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(10)
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan
mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam
surga yang penuh keni`matan. Do`a mereka di dalamnya ialah:
"Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka ialah:
"Salam". Dan penutup do`a mereka ialah: "Alhamdulillaahi Rabbil
`aalamin." (Q.S. Yunus 10:9-10)
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahilhamd!
Sidang ‘Id yang berbahagia!
Tapi dunia bukanlah sorga.
Sekalipun banyak lembaga-lembaga Islam dinamai dengan Darussalam, dan
sehari-hari umat Islam dianjurkan untuk menebarkan salam dengan ucapan Assalamu
‘Alaikum warahmatullahi wabarakatuh, bahkan shalat pun diakhiri dengan
salam mulia ini, tetapi kedamaian yang sejati tidak akan didapat di dunia ini.
Di samping ada manusia yang beriman, ada pula yang kufur. Di samping ada yang
menginginkan dan berupaya terus menerus untuk mewujudkan kedamaian dan
perdamaian, tetap ada saja yang berbuat sebaliknya. Oleh sebab itu, untuk
menjaga tegaknya kedamaian di dalam kehidupan di dunia ini, diperlukan
tindakan-tindakan yang selintas sepertinya berlawanan dengan perdamaian.
Kedamaian harus ditegakkan dengan
aturan hukum yang mengikat, lengkap dengan sanksi-sanksinya, tidak cukup hanya
dengan himbauan moral semata. Untuk tindak kejahatan yang bertentangan dan
merusak kedamaian hidup bermasyarakat, baik yang menyangkut harta, nyawa,
kesucian ketuturunan, kebebasan berpikir dan lebih-lebih lagi kehormatan agama,
ditetapkanlah sanksi-sanksi yang dilaksanakan di dunia, di samping dosa di
Akhirat nanti (jika tidak bertobat). Dalam perspektif inilah kita melihat hukum
Islam terhadap pencurian, penipuan, perampokan, penganiayaan, pembunuhan,
perzinaan, peminum khamar dan sejenisnya, dan lebih-lebih lagi hukuman bagi
orang yang mempermainkan agama (murtad) atau menghalangi orang lain menjalankan
ajaran agamanya.
Sekalipun dibenarkan ada
sanksi-sanksi untuk tindak pidana yang merusak kedamaian hidup bermasarakat,
tetapi Islam tidak membenarkan tindakan anarkis. Otoritas pelaksanaan hukum,
termasuk eksekusi tidak pernah diberikan kepada perorangan, kelompok atau
pihak-pihak lain di luar penguasa yang sah.
Tindakan sebagian anggota masyarakat, sekali pun atas nama agama, yang
melakukan perusakan tempat-tempat maksiat, merajam pezina, membunuh pencopet
dan maling yang ketangkap, adalah tindakan anarkis yang tidak dibenarkan oleh
Islam. Sekalipun misalnya, perbuatan tersebut hanya sebagai reaksi, atau akibat
kekecewaan dan ketidakpercaaan terhadap aparat penegak hukum, tetap saja tidak
dibenarkan, karena kesalahan pihak lain tidak membenarkan kesalahan yang kita
lakukan.
Pemaksaan kehendak, intimmidasi, teror,
walaupun dengant ujuan yang baik atau atas nama agama dan kemanusiaan, tetap
tidak dibenarkan, karena dalam Islam tujuan tidak menghalkan cara. Al-ghâyah lâ tubarriru
al-wasîlah. Di samping niat (tujuan), proses yang sesuai dengan
ajaran Islam adalah hal yang sangat penting. Penilaian tidak diberikan oleh
Allah berdasarkan hasil, tetapi berdasarkan proses. Selama seorang Muslim tetap
konsisten dengan proses yang benar, tidak bertentangan dengan syari’ah Islam
sekalipun secara lahiriah, materi, tidak berhasil, dia akan tetap mendapatkan
ganjaran di sisi Allah SWT. Tidak demikian sebaliknya, sekalipun secara
lahiriah duniawiyah mendapatkan hasil yang gemilang, tetapi dicapai dengan cara
yang salah, amalnya tidak ada artinya di sisi Allah, bahkan dia akan mendaptkan
dosa dari penyimpangan yang telah dia lakukan.
Terorsme, misalnya, jika dilakukan
untuk dan atas nama agama sekalipun, tidak pernah dibenarkan oleh Islam.Tetapi
terorisme juga tidak boleh dihentikan dengan teroisme, sekalipun atas nama
negara. Terosis harus dihukum setelah dibuktikan di pengadilan yang jujur dan
terbuka bahwa dia memang teroris. Jangan sampai menghukum orang yang tidak
bersalah sebagai kambing hitam karena ketidakmampuan kita mencari teroris yang
sebenarnya, atau karena ada agenda yang tersembunyi yang ingin dicapai.
Menghentikan terorisme tidak dapat hanya secara parsial dan sporadis, tetapi
harus secara menyeluruh dengan menghentikan segala penyebabnya. Terorisme
muncul antara lain karena ketidakadilan, ketidakberadayaan menghadapi
kesewenangan dan kezaliman sebuah kekuasaan. Terorisme bisa muncul sebagai
reaksi terhadap teror negara terhadap kemanusiaan. Oleh sebab itu, untuk
mengakhiri terorisme, akhirilah terorisme negara. To end terorism, end state
terorism, kata para ahli.
Sidang ‘Id yang berbahagia!
Seperti telah disebutkan sebelumnya, pada dasarnya
Islam mengingnkan kedamaian dan perdamaian, tetapi untuk alasan tertentu
perangpun diizinkan. Pertama, perang diizinkan untuk membela diri.
Apabila umat Islam dianiaya, diusir dari negeri mereka sendiri atau diserang
oleh musuh. Allah berfirman:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ
بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ(39)الَّذِينَ
أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا
اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ
وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ(40)
“Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah".
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
(Q.S. Al-Hajj 22:39-40).
Kedua, untuk
menjamin kebebasam beragama. Islam memang tidak membenarkan pemaksaan untuk
masuk agama, tetapi juga tidak membenarkan pemaksanan untuk tidak beragama.
Semua kekuatan yang menghalang-halangi kebebasan beragama, dan
menghalang-halangi umat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya boleh diperangi.
Al-Qur’an menyebut tindakan menghalangi kebebasan beragama itu dengan fitnah
yang harus diperangi. Allah berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ
انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan
perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata
untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Anfal 8:39)
Dalam berperang setiap Muslim harus
selalu menunjukkan akhlaq yang tinggi karena perang dalam Islam mempunyai
tujuan mulia untuk menegakkan keadilan, membela kebenaran dan menjamin
kebebasan beragama. Tujuan yang mulia itu harus dilaksanakan dengan cara yang
mulia pula. Oleh sebab itu Islam memberikan rambu-rambu yang harus dipatuhi
oleh setiap pasukan Muslim dalam perang. Dengan memahami Surat Al-Baqarah ayat
2191-193 para mufassir menjalankan rambu-rambu tersebut: (1) Tidak boleh
melakukan tindakan yang melampau batas seperti bertindak kejam dan sadis; (2)
Tidak boleh membunuh orang-orang yang lemah seperti anak-anak, orang-orang tua,
kaum perempuan, orang-orang yang sedang sakit, orang-orang yang tidak turut
berperang, musuh-musuh yang menyerah dan lain-lain; (3) Tidak boleh merusak tanam-tanaman,
hewan ternak, rumah-rumah penduduk, bangunan umum dan lain-lain yang tidak ada
huhungan langsung dengan peperangan; (4) Tidak boleh beperang disekitar Masjid
Haram, kecuali kalau pihak musuh memerangi kaum Muslimin di tempat suci
tersebut; (5) Tidak boleh menyerang jika pihak musuh sudah menghentikan
peperangan; dan (6) Mengadakan perdamaian yang didasarkan kepada
ketentuan-ketentuan yang wajar dan adil dan menghentikan permusuhan kecuali
terhadap orang-orang yang masih membangkang. Mari kita lihat peperangan modern
yang dilakukan oleh umat manusia sekarang ini, apakah sudah sesuai dengan etika
perang menurut Al-Qur’an. Betapa banyak jatuh korban sipil di Iraq dan
Afghanistan misalnya atau di bagian bumi lainnya yang dilakukan oleh pihak yang
mengaku memimpin peradaban dunia.
Begitulah konsep damai, perdamaian
dan kedamaian dalam idelaitasnya seperti yang dituntunkan oleh Al-Qur’an,
tinggal bagaimana kita sebagai pemeluk Islam membuktikannya kepada dunia, bahwa
kita umat Islam mencintai kedamaian. Tidak hanya umat Islam, seluruh warga
dunia tentu merindukan kedamaian walaupun tidak secara absolut di atas
permukaan bumi ini.
[1]
Staf Pengajar Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Direktur Pondok Pesantren Budi Mulia Yogakarta dan Ketua Majelis Tabligh dan
Dakwah Khusus Pimpinan Pusat
Muhammadiyah 2000-2005.
Komentar
Posting Komentar